"Puhun-puhun di Gunung Halau-Halau tuh bahundang !" Pohon-pohon di gunung Halau-Halau itu ada udangnya ! Ini sering saya dengar selagi waktu kecil mengenai cerita tentang Halau-Halau, puncak tertinggi pegunungan Meratus. Tak heran jika "Urang tuha bahari" Orang tua dulunya berasumsi dan menceritakan demikian, karena sepanjang perjalanan dan terlebih disaat akan menuju puncak, kondisi
cuaca cukup dingin, hutan masih rapat, pohon-pohon maupun tanaman disana
rata-rata tertutup oleh lumut tebal, namun tanpa ada udang di sela pepohonan. Setidaknya inilah
kondisi Halau-Halau sekarang. Mungkin cerita "Urang Tuha Bahari" itu menggambarkan kondisi Halau-halau puluhan atau mungkin ratusan tahun sebelumnya.
Pegunungan Meratus membentang dari
arah tenggara membelok ke utara hingga kebagian timur pulau Kalimantan, melewati provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Timur. Dapat dibayangkan begitu luasnya area pegunungan ini, dari sekian
luasnya area pegunungan Meratus, Halau-Halau lah yang menjadi puncak
tertinggi dengan ketinggian 1901 Mdpl, berada di Kecamatan Batang Alai
Timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Memang puncak
Halau-Halau tidak begitu tinggi jika dibandingkan dengan gunung-gunung
yang ada di Pulau Jawa, Sumatera, apalagi Papua dengan puncak Jayawijaya
nya. Namun setiap gunung tentulah punya karakteristik yang
berbeda-beda, entah itu medan yang dilewati ataupun flora dan fauna yang
ada di dalamnya.
Ide awal untuk melakukan pendakian ke puncak Halau-Halau bermula dari ajakan seorang teman, Mustafa namanya atau sering disapa Agat, hari itu juga ajakan tersebut langsung saya iyakan, sekalian saya juga akan pulang kampung ke Birayang. Ya, Birayang merupakan ibukota Kecamatan Batang Alai Selatan terhitung tetangga dekat dan berbatasan langsung dengan Kecamatan Batang Alai Timur. Mendaki gunung tentulah perlu persiapan, jauh-jauh hari sebelum keberangkatan segalanya sudah kami siapkan baik itu logistic, tenda, maupun fisik agar tetap prima selama pendakian nantinya.
Ide awal untuk melakukan pendakian ke puncak Halau-Halau bermula dari ajakan seorang teman, Mustafa namanya atau sering disapa Agat, hari itu juga ajakan tersebut langsung saya iyakan, sekalian saya juga akan pulang kampung ke Birayang. Ya, Birayang merupakan ibukota Kecamatan Batang Alai Selatan terhitung tetangga dekat dan berbatasan langsung dengan Kecamatan Batang Alai Timur. Mendaki gunung tentulah perlu persiapan, jauh-jauh hari sebelum keberangkatan segalanya sudah kami siapkan baik itu logistic, tenda, maupun fisik agar tetap prima selama pendakian nantinya.
Saya dan Agat ditambah dua teman lainnya, Mukhyar dan Yazid bersiap berangkat dari Banjarmasin malam hari, jadi total 4 orang yang akan berangkat hari itu dengan tujuan pertama Birayang, menginap di rumah saya dan barulah keesokan paginya menuju desa Kiyu, desa terakhir yang dapat dijangkau dengan kendaraan bermotor, dari desa Kiyu dilanjutkan dengan jalan kaki menuju puncak Halau-Halau, setidaknya butuh 3-4 hari perjalanan untuk pulang-pergi.
Medan yang dilewati tak bisa dikatakan mudah, banyak tanjakan maupun turunan, dan sesekali harus melewati beberapa pohon yang tumbang ditengah perjalanan, belum lagi harus menghadapi serangan lintah atau lebih dikenal dengan pacat dalam bahasa lokal. Binatang penghisap darah ini membuat saya agak sedikit geli, jika sudah puas dan kenyang menghisap darah mangsa ukurannya bisa sebesar telunjuk bahkan ibu jari orang dewasa !
Disini pukul setengah lima sore pemandangan sekeliling sudah agak begitu gelap, cahaya matahari sulit masuk, terhalang oleh rimbun dan rapatnya pepohonan, begitupula dengan paginya. Pohon-pohon dengan diameter besar banyak dijumpai selama perjalanan,lurus menjulang tinggi seakan tak berpucuk.
Di Sungai Karuh, setengah jalan sebelum menuju puncak terdapat air terjun yang cukup tinggi, kira-kira 80 meteran. Disini kami beristirahat dan mendirikan tenda, memutuskan untuk melanjutkan perjalan esok pagi saja dikarenakan hari sudah begitu gelap dan terus-terusan diguyur hujan, agak beresiko memang jika harus meneruskan perjalanan dimalam hari dengan trek yang licin dan berlumpur, belum lagi dengan bahaya pohon tumbang.
Sesaat akan memasuki desa Kiyu, "Ini Hutan Adat Kami, Bukan Hutan Negara"
Medan yang dilewati tak bisa dikatakan mudah, banyak tanjakan maupun turunan, dan sesekali harus melewati beberapa pohon yang tumbang ditengah perjalanan, belum lagi harus menghadapi serangan lintah atau lebih dikenal dengan pacat dalam bahasa lokal. Binatang penghisap darah ini membuat saya agak sedikit geli, jika sudah puas dan kenyang menghisap darah mangsa ukurannya bisa sebesar telunjuk bahkan ibu jari orang dewasa !
Disini pukul setengah lima sore pemandangan sekeliling sudah agak begitu gelap, cahaya matahari sulit masuk, terhalang oleh rimbun dan rapatnya pepohonan, begitupula dengan paginya. Pohon-pohon dengan diameter besar banyak dijumpai selama perjalanan,lurus menjulang tinggi seakan tak berpucuk.
Di Sungai Karuh, setengah jalan sebelum menuju puncak terdapat air terjun yang cukup tinggi, kira-kira 80 meteran. Disini kami beristirahat dan mendirikan tenda, memutuskan untuk melanjutkan perjalan esok pagi saja dikarenakan hari sudah begitu gelap dan terus-terusan diguyur hujan, agak beresiko memang jika harus meneruskan perjalanan dimalam hari dengan trek yang licin dan berlumpur, belum lagi dengan bahaya pohon tumbang.
Pohon-pohon berlumut
Esok paginya disaat meneruskan perjalanan menuju puncak, tak jauh dari Sungai Karuh kami berpapasan dengan suami-isteri dari suku Dayak Meratus. "Handak kamana hampian ?" Mau kemana pak ? Saya memulai percakapan dengan sang suami. "Handak ka Batu Kambar, isuk hari pasar luku !" Mau ke Batu Kambar, kan besok hari pasar ! Jawab sang suami. Batu Kambar sendiri merupakan nama sebuah desa, tak begitu jauh dari Kiyu. Mereka jalan kaki dari daerah asal mereka di Haraan, untuk menuju Haraan ini harus memutar melewati gunung Halau-Halau, lebih jauh daripada perjalanan menuju puncak. Mereka sudah biasa melakukan perjalanan ini, bolak-balik dari desa mereka menuju pasar terdekat, entah itu untuk beli kebutuhan hidup sehari-hari ataupun menjual hasil kebun. Manusia yang terlahir dengan stamina luar biasa.
Setelah berjalan cukup lama, akhirnya kami hampir mendekati puncak, medan yang dilewati makin ekstrim, jalan berlumut, licin, curam, dan hanya dapat berpegangan pada akar-akar kayu. Salah langkah jurang menunggu, diperlukan konsentrasi dan kehati-hatian disini. Sampai dipuncak, saya dapat melihat betapa gagahnya jejeran pegunungan Meratus, terlihat dibeberapa bagian berselimutkan awan. Puji Syukur atas nama Tuhan yang telah menciptakan. Meratus, disini saya memelukmu, dari singgasana tertinggimu !
Setelah berjalan cukup lama, akhirnya kami hampir mendekati puncak, medan yang dilewati makin ekstrim, jalan berlumut, licin, curam, dan hanya dapat berpegangan pada akar-akar kayu. Salah langkah jurang menunggu, diperlukan konsentrasi dan kehati-hatian disini. Sampai dipuncak, saya dapat melihat betapa gagahnya jejeran pegunungan Meratus, terlihat dibeberapa bagian berselimutkan awan. Puji Syukur atas nama Tuhan yang telah menciptakan. Meratus, disini saya memelukmu, dari singgasana tertinggimu !
Lagi dong fotonya kaak...
BalasHapusHehee,, Insyaallah om di bagi lagi deh ntar ! :D
HapusGan mau tanya, di banjarmasin adakah tempat penyewaan alat outdoor, saya dari tanjung mai hendak berangkat ke halau2 kira2 10an april esok.. Mohon bantuannya
BalasHapusMaaf baru balas sekarang mas, ada terdapat beberapa penyewaan alat outdoor di Banjarmasin / Banjarbaru, diantaranya :
Hapus"Camp Osar", bisa di check fanspage FB nya, biar bisa tanya-tanya langsung (Camp Osar)
Contact: 082234432250
Pin BB : 26E17c59
"Borneo Petualang Rent Outdoor Gear",
Ikhsan : 089691088862 , Pin BM : 7E6687FF
Khairin : 081250001191 , Pin BM : 512DC5A2
DSNKEXP Rental Camping, contact :
sms/telp: 089696548320
Pin bb: 7ccb4ea1
Banjarmasin-Gambut
Semoga bisa membantu ! :)
Saumurun aku kada suah kesana..heee
BalasHapussangat menarik sekali, terimakasih banyak..
BalasHapuswah keren banget tempatnya... siip dah itu mh
BalasHapus